Sepakbola mulai dikenal di Turki pada masa Kesultanan Ottoman, pertengahan abad ke-18. Ketika itu, negara dengan posisi unik di antara benua Asia dan Eropa ini mengenal olahraga si kulit bulat melalui perantara pedagang tembakau dan kapas dari Inggris. Setelah bermain di kalangan sendiri, para pedangang mulai mengajak penduduk setempat untuk ikut bermain.
Pada 1875, pertandingan sepakbola pertama digelar di tanah Turki, tepatnya di Salonika. Setelah itu sepakbola dimainkan di Istanbul dan Izmir. Pertandingan belum melibatkan penduduk lokal, hanya orang-orang Inggris dan Yunani.
Pada awal 1900-an, orang-orang Turki kian tertarik dengan sepakbola dan mulai mendirikan klub sepakbola. Dua tahun setelah klub Besiktas didirikan pada 1903, Ali Sami Yen beserta rekan-rekan kuliahnya di Galatasaray Lisesi berkumpul untuk mendirikan sebuah klub sepakbola. <script type="text/javascript" src="http://ad.doubleclick.net/adj/gna.id/level2;tile=2;sz=160x600;ord=842177?area=2l&pos=2&ord=842177"></script>
Menurut sebuah sumber, nama Galatasaray ditentukan setelah pertandingan pertama klub tersebut melawan sebuah klub asal Byzantinium. Pendukung klub lawan menyebut mereka "Galata Saray efendileri" atau secara harfiah "Tuan-Tuan dari Ibukota". Setelah itu, mereka kerap menggunakan sebutan "Galata Sarayi" untuk klub.
Awalnya, klub menggunakan warna merah dan putih, namun karena dianggap mewakili kelompok gerakan republik -- sementara Republik Turki sendiri belum berdiri saat itu, Ali Sami Yen memilih merah dan kuning karena, "Kami ingin menggunakan warna merah dan kuning dari api untuk tim dan merasa itu akan membuat kami mampu memetik kemenangan demi kemenangan."
Ali Sami Yen, presiden pertama klub, seorang yang visioner. Tak hanya ingin menjadi yang terdepan di negeri sendiri, Galatasaray ingin dibawanya sejajar dengan klub-klub luar negeri, terutama Inggris. Selain sepakbola, Galatasaray juga memiliki cabang olahraga lain, antara lain seperti basket, voli, atletik, bridge, dan renang.
Sebelum kompetisi sepakbola di Turki dimulai, Galatasaray mengikuti beberapa kompetisi regional, seperti Liga Istanbul, Liga Minggu, dan Liga Jumat. Sebelum 1952, Gala menjuarai sepuluh gelar Liga Istanbul, enam Liga Minggu, dan tiga Liga Jumat. Gelar di Liga Istanbul termasuk saat menjadi yang terbaik pada 1907-08, dua tahun setelah bergabung dengan kompetisi yang mempertemukan mereka dengan tim-tim yang berintikan orang-orang Inggris dan Yunani.
Galatasaray kembali menjadi yang terbaik saat memasuki fase Liga Profesional Istanbul, liga pertama di Turki yang profesional, namun belum nasional. Sepanjang 1952 hingga 1959, Gala tiga kali keluar sebagai juara. Pada 1959, liga profesional dan nasional Turki, Turkiye Profesyonel 1. Ligi, dimulai. Hingga sekarang, Galatasaray terus tampil di level teratas dan 17 kali menjuarainya. Bersama Fenerbahce, Galatasaray menjadi klub terbanyak yang menjuarai liga Turki.
Salah satu periode terbaik Galatasaray adalah musim 1986-87 ketika menjuarai 15 gelar di semua cabang olahraga yang mereka ikuti.
Di ajang sepakbola antarklub internasional, Galatasaray adalah yang terbaik di Turki. Gala adalah satu-satunya klub Turki yang pernah mendapatkan trofi Eropa. Prestasi itu diukir pada musim 1999-00 ketika bersama Fatih Terim, pemain dan pelatih legendaris mereka, Gala sukses meraih Piala UEFA dengan menaklukkan Arsenal melalui adu penalti, 4-1.
Saat itu, Gala tampil di Piala UEFA sebagai klub yang tersisih dari babak penyisihan grup Liga Champions. Sebelum melangkah ke Piala UEFA, Gala menyisihkan AC Milan. Di Piala UEFA, langkah Gala tak tertahan dan tampil tak terkalahkan hingga sukses mengangkat trofi di stadion Parken, Kopenhagen.
Prestasi di Eropa masih ditambah oleh pelatih pengganti Terim, Mircea Lusescu, awal musim berikutnya. Klub Spanyol juara Liga Champions, Real Madrid, digasak 2-1 lewat dua gol Mario Jardel. Jadilah Galatasaray satu-satunya klub Turki yang mampu menyandingkan dua trofi Eropa. Prestasi yang sulit disamai hingga saat ini, dan mungkin di masa depan.
Di kalangan klub Eropa, Gala dikenal tampil menakutkan di kandang sendiri. Pendukung stadion Ali Sami Yen dikenal fanatik dan tak segan mengintimidasi tim lawan dengan kembang api, kibaran bendera, hentakan drum, dan poster-poster raksasa. Beberapa kasus mewarnai , salah satunya yang menimpa pendukung Leeds United beberapa musim lalu. Tak heran, stadion Ali Sami Yen dijuluki sebagai "neraka".
Namun, mulai Oktober depan, pendukung Gala akan kehilangan atmosfir stadion Ali Sami Yen karena klub akan pindah ke stadion baru, Turk Telekom Arena. Stadion baru yang berkapasitas maksimal 61 ribu orang ini akan menjadi bagian pertama dari pengembangan Kompleks Olahraga Ali Sami Yen di Aslantepe, Istanbul.
Sebenarnya mulai 2002 lalu, fans sudah terbiasa tak menonton di stadion keramat itu, karena Gala memilih memainkan partai Eropa di stadion Olimpiade Ataturk yang berkapasitas lebih besar.
Galatasaray memiliki sumbangsih sangat besar terhadap kemajuan olahraga di Turki. Pendiri mereka, Ali Sami Yen, adalah juga penggiat olahraga di negeri dua benua itu. Pada 1923, Ali Sami Yen menjadi manajer pertama timnas sepakbola Turki dan setahun setelahnya dipercaya menjadi presiden komite olimpiade Turki. Wajar jika namanya diabadikan menjadi nama stadion kebanggaan Galatasaray mulai 1964.
Sumbangsih lain Gala terhadap reputasi Turki di dunia olahraga, khususnya sepakbola, adalah Fatih Terim. Pria yang juga pernah menekuni sepakbola sebagai pemain di Gala itu mengawali reputasi internasional timnas sepakbola Turki ketika membawa Hakan Sukur dkk. lolos untuk kali pertama ke Euro di Inggris, 1996. Sejak saat itu, Turki tak lagi dipandang sebelah mata oleh para saudara tuanya di Eropa. Puncaknya, ketika Turki lolos ke semi-final sekaligus meraih medali perunggu Piala Dunia 2002 di Jepang-Korea Selatan.
Tentu saja, nama-nama tersebut belum mencakup nama para pemain Galatasaray yang selalu menjadi andalan timnas Turki, mulai dari generasi Ulvi Ziya Yenal hingga Arda Turan saat ini. Lebih dari 300 pemain Gala pernah membela timnas Turki.
Generasi pemain itu akan terus tumbuh hingga masa depan karena Galatasaray memiliki akademi Gunduz Kilic pemain muda paling sukses di Turki. Akademi melatih anak-anak mulai usia tujuh hingga 15 tahun dan memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sepakbola masing-masing. Akademi memiliki sepuluh pusat pengembangan yang tersebar di seantero Turki untuk mencari dan mengembangkan pemain-pemain muda berbakat.
Satu hal yang pasti, mengenang sejarah Galatasaray tak boleh mengabaikan kontribusinya pada eksistensi Turki di lapangan sepakbola.